> .: Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Minggu, 08 Februari 2015

Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Ini Dia 5 Masalah Pendidikan di Indonesia


Ujian Nasional. www.setgab.go.id

Memperoleh pendidikan berkualitas di Indonesia sepertinya masih angan-angan. Banyak batu sandungan yang membuatnya sulit maju. Bukan hanya soal kurikulum, tapi kurangnya komitmen dari pihak berwenang memajukan kualitas pendidikan di Indonesia.

Padahal, Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk maju dan bersaing dengan negara lain. Tapi jika sistem pendidikan dan SDM di dalamnya tidak dibenahi, maka wajar negara ini tertinggal semakin jauh. Perlu kerja sama dan integritas untuk mengatasi setiap permasalahan, mulai dari hulu ke hilir.

Berikut 5 masalah pendidikan di Indonesia yang mendesak segera diatasi:

1. UN Semrawut
Masih jelas dalam ingatan masyarakat Indonesia bagaimana pelaksanaan Ujian Nasional tahun ini yang masih kacau balau. Untuk tingkat SMA sederajat, UN mengalami penundaaan di 11 provinsi akibat terlambatnya pencetakan dan pendistribusian. Selain itu, ada saja keluhan di beberapa daerah tentang kurangnya lembar soal dan jawaban sehingga harus difotokopi sendiri pihak sekolah.

Profesionalisme Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengelola UN pun dipertanyakan. Kemendikbud dinilai tidak memiliki perencanaan matang dalam pelaksanaan UN sehingga hasilnya sangat memprihatinkan.

2. Infrastruktur Buruk
Berita mengenai sekolah ambruk tentu bukan hal baru. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada bangunan sekolah yang sudah lama rusak, tapi juga bangunan sekolah baru. Disinyalir bahan baku bangunan berkualitas rendah. Parahnya, tak sedikit yang menelan korban jiwa.

Di DKI Jakarta saja disinyalir 30% bangunan sekolah terancam ambruk, dan berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp55 miliar. Sekolah-sekolah tersebut dimulai dari kayu-kayu berumur muda dan tidak diberi antirayap. "Kami menginginkan semua sekolah dibangun dari bahan baku baja ringan, karena yang paling bahaya kan bahan atap plafon karena itu paling standar," jelas Wakil Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama atau Ahok seperti dikutip Tribunnews.com.

Selain buruknya bangunan sekolah,sarana prasarana penunjang lainnya juga belum memadai seperti tidak adanya perpustakaan.



3. Pornografi
Miris dan sedih saat mendengar beberapa kasus siswa yang melakukan adegan tidak senonoh yang terjadi baru-baru ini. Pornografi sudah merasuki kehidupan mereka yang masih belia. Bahkan sebuah data menyebutkan 68% siswa SD sudah aktif mengakses konten porno. Sebagian besar mengakses konten pornografi dari komik, games dan situs porno. Plus kemudahan mengakses situs pornografi melalui peredaran DVD maupun VCD, telepon seluler dan juga majalah atau koran.

Penggunaan teknologi yang tanpa kontrol jadi salah satu pemicu. "Anak-anak sudah semakin dekat dengan teknologi. Peredaran tablet maupun HP menjadi pemicu yang lebih buruk lagi, ujar Psikolog Klinis, Baby Jim Aditya seperti dilansir Sindonews.com.

Siapa yang salah? Orang tua, guru, sistem pendidikan hingga pemerintah sebagai pemangku kebijakan turut andil dalam persoalan ini. Karena sejatinya pendidikan bukan hanya soal belajar matematika atau Bahasa Indonesia, tapi ada pembelajaran moral dan etika yang lebih utama.

4. Konten Pornografi di Buku SD
Buku pegangan untuk siswa adalah penunjang dalam belajar. Tapi bagaimana jika di dalamnya ada konten yang tidak senonoh. Mungkin hanya di Indonesia kasus ini terjadi. Ada ada buku penunjang SD yang berisi konten cerita dewasa. Ini terjadi untuk kesekian kalinya. Seperti kasus di Bogor, ada buku SD untuk kelas 6 berjudul Aku Senang Belajar Bahasa Indonesia yang mengisahkan percintaan dan keperawanan.

Kasus ini jelas kecerobohan guru di sekolah karena tidak meneliti lebih dulu buku pegangan siswa. Seharusnya pihak sekolah menyeleksi setiap buku yang masuk apakah sesuai dengan nilai dan kaidah kesopanan. Tidak langsung menelan mentah-mentah apa yang disajikan di dalam buku.

5. Pengelolaan BOS Tidak Transparan
Sebanyak 87% sekolah tak transparan dalam pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS). Laporan yang dipublikasikan Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) awal Desember lalu itu menyebutkan dari hasil uji akses pada 222 sekolah di beberapa provinsi, 87% di antaranya enggan memberikan informasi tentang pengelolaan BOS. Padahal pengelolaan BOS masuk dalam kategori informasi publik. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat saat ini sudah ada 48 kasus penyelewengan dana BOS yang melibatkan 179 kepala sekolah.


Download 

Tidak ada komentar:

Mohon Berikan Komentar Anda Dengan Baik Yang Bersifat Membangunan dan Mendidik,Terima Kasih

Berikan Komentar Anda Dengan Sopan dan Baik